Thursday, March 29, 2012

Rumah Tradisional Donggo

Bima dan Donggo memang unik. Meski berada dalam satu rumpun wilayah, namun adat dan budaya orang Bima dan Donggo memiliki perbedaan baik dari segi bahasa maupun adatnya. Menurut penelitian Antropologi, Orang-orang Bima(Mbojo) yang mendiami sebelah timur dan selatan teluk Bima merupakan keturunan campuran yang berasal dari Melayu dan suku-suku lainnya. Sedangkan orang-orang Donggo Ele( di gugusan pegunungan La Mbitu) dan Donggo Di (di gugusan pegunungan Soromandi) merupakan penduduk asli Bima yang telah menyinggir ke daerah pegunungan karena cenderung mempertahankan budaya leluhur.

Salah satu dari perbedaan itu adalah dari seni arsitekturnya yaitu rumah. Meskipun saat ini, bentuk-bentuk rumah di Donggo sudah jarang terlihat seperti bentuk aslinya dulu dan sudah mengadopsi model rumah seperti rumah orang-orang Bima dan rumah batu atau rumah permanen arsitektur masa kini.

Tetapi pada zaman dulu, Rumah Tradisional Donggo memiliki keunikan yang membedakannya dengan seni arsitektur Bima. Mereka menyebutnya dengan Uma Lengge. Ada juga yang menyebut dengan Uma Leme (Rumah Runcing) karena bentuknya mirip puncak gunung, yang berbentuk limas. Ada juga yang menyebutnya dengan Rumah Ncuhi( Kepala Suku).Karena disisi rumah tersimpan alat-alat persembahan dan kesenian. Keunikannya adalah atap dan dinding rumah merupakan satu kesatuan. Jadi atapnya juga berfungsi sebagai dinding rumah. Atap dan dindingnya terbuat dari alang-alang yang dirajut tebal. Bagian rumah berfungsi sebagai tempat tidur, berbentuk segi empat sama sisi ukuran 2 x 2 meter. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat memasak, menyimpan padi dan segala jenis bahan makanan seperti padi dan palawija. Rumah bagian bawah( lantai) berfungsi sebagai tempat musyawarah keluarga baik dalam rangka upacara perkawinan, upacara adat maupun kematian.

Pintu rumah berada di bagian yang tersembunyi yaitu di pojok atau di sudut ruang atas. Tangga rumah tidak selalu dalam keadaan terpasang. Dalam kebiasaan masyarakat Donggo, ada sandi atau tanda yang diketahui oleh kerabatnya dari cara mereka menyimpan tangga. Apabila tangganya dibiarkan terpasang, berarti penghuninya telah pergi ke ladang dan akan kembali dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Apabila tangga disimpan agak jauh dari rumah, hal itu berarti penghuninya telah pergi jauh dan akan kembali dalam waktu yang lama. Apabila ada anggota keluarga yang meninggal, jenazahnya tidak boleh diturunkan melalui pintu dan tangga. Tetapi diturunkan melalui atap rumah. Di halaman rumah harus ada beberapa buah batu sebagai tempat tinggal roh leluhur yang sudah meninggal. Dan pada waktu tertentu diadakan upacara pemujaan roh yang disebut Toho Dore.

Antropolog Albert dalam kunjungannya di Bima pada tahun 1909 menamakan rumah tersebut A Frame (Kerangka Huruf A). Rumah seperti ini berfungsi sebagai penyimpan panas yang baik, mengingat daerah Donggo adalah daerah pegunungan yang berhawa dingin. Saat ini rumah seperti ini masih ditemukan di desa Padende dan Mbawa. Perlu upaya pelestarian agar rumah – rumah ini tidak hilang tinggal kenangan bagi generasi. Karena wajah Donggo adalah wajah Bima dengan segala keunikan dan romantika sejarahnya

2 comments:

Setelah anda membaca postingan di atas, silahkan ketik komentar anda di bawah ini



Tuhan tidak menjanjikan hari-harimu tanpa duka, kegembiraan tanpa penderitaan, tetapi ia sungguh menjanjikan kekuatan untuk menghadapi hari-harimu, penghiburan bagi air matamu, dan terang bagi jalanmu