Friday, March 30, 2012

Puisi Buat Kakek dan Nenekku


Hari beranjak senja
Kamipun kembali keperaduan
Raga yang sudah tua renta
Tidak mampu lagi berjalan

Ketika usia menjadi kendala
Kami hanya bisa berdoa pada TUHAN
Untuk masih bisa diberi nyawa
Apa yang masih bisa kami lakukan

Wahai raga yang mulai renta
tetaplah disini pada tuan
Kami disini tetap meminta
Agar tetap diberi kekuatan




Puisi Untukmu Kakekku Yang Renta


Kau duduk seorang diri
Menghitung hasil keringatmu
Kau tak pernah mengeluh
Dengan penghasilan tak seberapa

Kau tidur seadanya
Dengan tikar basah pun cukup
Kau menggigil saat tak ada selimut
Bertahan untuk esok hari

Perut berbunyi saat tengah malam
Hasil keringatmu cukup makan seadanya
Nikmatilah hidupmu karna itu permberian allah
Kar naNnya kau bisa tetap bernafas

Budaya Gotong Royong di Mbawa

Sebagai Orang Mbawa Asli saya  sangat bahagia bercampur haru melihat semangat gotong royong yang diperlihatkan oleh ama ro ina, ama ompu ro ina wa'i, cina ro angi daita di desa mbawa. Tanpa mengenal pamrih, masyarakat di mbawa begitu antosiasnya membantu masyarakat lainnya dalam pekerjaanya, Misalnya Membangun rumah, rehap rumah, acara-acara keluarga (nikah dll), sampai kepada bercocok tanam, mereka selalu bekerja sama tapi pekerjaan yang satu ini harus di balas maklumlah kalau bercocok tanam dan musim panen kan orang pada sibuk masing-masing. jadi kita harus membalasnya apabila pekerjaan kita sudah selesai artinya kalau orang membantu kita bercocok tanam selama dua hari, kitapun harus membalasnya dengan ikut bercocok tanam selama dua hari kepada orang yang membantu kita tadi. Mungkin contoh dan cara - cara seperni ini perlu di teladani oleh kampung, dan desa-
desa lain yang ada di kabupaten bima. Dengan bekerja sama seperti ini seberapapun berat pekerjaannya pasti dapat terselesaikan dengan baik. Orang yang dibantupun tidak perlu membayar kepada yang membantu tinggal bagaimana caranya yang dibantu menyiapkan konsumsi orang yang membantu misalnya nasi, lauk, rokok, kopi, teh, dan bahkan daun siri karna orang-orang tua masih suka kunyah daun sirih di mbawa.
Terus terang saja saya katakan bahwa mungkin tidak ada kampung lain yang seindah Desa mbawa, dengan kesederhanaan dan kebersamaan yang begitu tinggi menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bersama. Saya hidup di perantauan selama enam tahun ini tidak pernah sekalipun saya melihat masyarakat setempat hidup bergotong royong seperti yang ada kampungku tercinta "Jayalah Kampung Halamanku, Aku Rindu Padamu". Kehidupan ditempat perantauan selalu hidup dengan urusan masing - masing sehingga untuk hidup saling bergotong royong sangat minim. Semoga Masyarakat di mbawa saling membantu satu sama lainya walaupun tidak bisa membantu dengan materi (uang dan harta), membantu dengan tenagapun jadilah.

Gereja Tertua di Bima

Sebagian besar masyarakat Bima tidak tahu bahwa terdapat gereja tertua di Kabupaten Bima. Masyarakat bima pada umumnya hanya tahu Gereja Katolik Maupun Gereja Protestan hanya terdapat di kota Bima saja.  Jangan Salah..! Gereja tertua malah berada di pelosok negeri Bima yaitu di Desa Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Bima. Kok Bisa yah..? Sejak Kapan Gereja Itu ada Di Donggo...?. Kok Gerejanya Kelihatan Baru..?. Apabila anda ingin tahu tentang sejarah berdirinya gereja di mbawa silahkan ke mbawa aja, anda bisa tanyakan langsung pada orang tua yang ada di sana atau bisa tanya ke guru agama Katolik di sana yang merupakan orang asli mbawa yang namanya Ignasius, Karna kalau saya yang jelaskan malah kurang informasinya. Gereja tersebut kelihatan baru ya...karna memang gereja tersebut sudah di ganti atau direhap total makanya kelihatan baru. Dengan adanya Pastor dan guru agama di mbawa, keinginan masyarakan mbawa yang beragama katolik untuk sembahyang cukup besar, ini terlihat dari begitu antosiasnya masyarakat disana untuk mengikuti misa setiap hari minggunya. Mulai dari anak-anak, remaja , orang dewasa, orang tua, bahkan kakek-kakek bersemangat untuk pergi sembahyang ke gereja, karna memang kedua tokoh inilah yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat mbawa untuk memimpin mereka.

Batu Sampandi


Mungkin anda yang melihat batu ini terheran-heran kenapa sih batu seperti ini di posting di blog ?. jangan heran dulu sebelum saya jelaskan. Mungkin di mata anda batu ini kelihatannya biasa-biasa saja, tetapi bagi masyarakat mbawa, batu ini merupakan batu gaib. Kenapa bisa gaib ? dan apa kegunaannya?. simak baik-baik penjelasan saya. Sebenanya batu ini adalah batu biasa saja yang diambil dari sungai, tetapi dengan acara ritual tertentu bisa menjadi gaib dan sakral. Di bawah batu ini terdapat benda tertentu yang dibungkusi kain kafan sengaja disimpan oleh orang pandai yang bertujuan untuk menjaga rumah dari pencurian dll. batu ini tidak boleh di injak apabila terlanjur diinjak maka yang menginjak harus segera meludah ke batu tersebut agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Biasanya batu seperti ini ditempatkan di belakang atau di depan rumah seseorang yang memiliki rumah yang berukuran besar (Uma Ruka) supaya terhindar dari pencurian dll, karna orang jaman dulu beranggapan bahwa yang memiliki uma ruka adalah orang kaya sehingga selalu diincar oleh sang pemangsa malam alias pencuri walaupun kasus pencurian di mbawa sangat sedikit tetapi tuan rumah tetap berjaga-jaga dengan menanam batu sampandi tersebut dirumahnya.

Menumbuk Padi dengan Cara yang Unik

Menumbuk padi dengan satu atau dua orang dalam satu Lumbung (Nocu (bahasa bima)) adalah wajar, tetapi kalau yang numbuk lebih dari dua orang bahkan sampai empat orang dalam satu lumbung itu baru luar biasa. Pada awalnyasih ada enam orang yang numbuk beras tersebut tapi karena saya ndak kepikiran untuk mengabadikannya dengan kamera, maka saya hanya mendapati empat orang saja. Foto di samping merupakan kerja gotong royong para ibu-ibu menumbuk beras ketan yang digunakan  untuk acara keluarga dirumah tersebut, biasanya kalau ada acara keluarga para tetangga berdatangan untuk membantu, misalnya menumbuk beras, mengambil air, ada yang memasak, ada yang mengupas kelapa dll, pokoknya masyarakat donggo khususnya mbawa dan tolonggeru sudah terbiasa melakukan gotong royong semacam itu dan mengambil bagian kerjanya masing - masing tanpa disuruh dan diperintahkan sehingga bisa dibilang masyarakat donggo sudah menyatu jiwanya dengan saling menolong dan bergotong royong.


Thursday, March 29, 2012

Keunikan Donggo dengan berbagai Legendanya


 Donggo Mbawa adalah sebuah Desa yang terletak di atas pegunungan Soromandi sebelah barat Kota Bima dengan ketinggian 1200 Meter, Donggo mempunyai keistimewaan dari Desa lain yang berada di Bima yaitu berbagai macam legenda rakyat dan tempat-tempat peninggalan sejarah berada di Donggo, salah satu Legenda rakyat yang terkenal yaitu kisah Putri La Hila.

La Hila adalah nama Putri cantik anak dari raja Donggo dahulu kala, La Hila mempunyai rambut sepanjang 7 buah bambu dan paras cantiknya sangat menggoda para Raja yang melihatnya, kejadian yang melegenda dari La Hila yaitu dia dikubur hidup-hidup karena dia tidak ingin menerima lamaran dari salah satu Raja Bima, setelah kuburannya di buka ternyata jasad La Hila telah hilang, hingga sekarang masyarakat Donggo mempercayai bahwa La Hila sering menampakkan diri dengan wujud wanita cantik.

Di Donggo masyarakatnya masih menjada adat istiadat leluhurnya sehingga masih terdapat rumah yang dulunya bertempat tinggal kepala suku atau di sebut Ncuhi Donggo yang terdapat di Donggo Mbawa, ada dua agama yang dianut oleh masyarakat Donggo yaitu Kristen Katolik dan Islam, penganut agama Katolik di Donggo yang uniknya yaitu mereka memakai nama Islam akan tetapi agamanya Katolik.

Ada cerita rakyat yang menarik lagi di Donggo yaitu dahulu kala sebelum terbentuknya kerajaan Bima, Raja dari Pulau Jawa yang dulu pernah berjanji akan mengirim anaknya untuk memimpin tanah Mbojo (sebutan tanah Bima dahulu kala), sang Raja mengirim kedua anaknya ke Bima dengan sebatang bambu, kemudian di pinggir pantai Donggo hiduplah sepasang suami istri yang sudah tua renta dan belum mempunyai anak, tiap malamnya mereka berdua mendengarkan bunyi gendang yang sangat besar, dan mereka berdua pun memeriksa dari mana asal suara gendang tersebut tetapi mereka tidak menemukan sumber suara tersebut.

Ke esokkan harinya Ompu (panggilan sang suami) pergi kepinggir laut untuk mencari kayu bakar, dan dia menemukan sebatang Bambu kemudian Ompu mengambilnya membawa pulang kerumahnya, malam harinya suara gendang tersebut masih ada Ompu beserta istrinya sangat penasaran dari mana suara gendang tersebut. Pagi harinya Ompu akan membelah kayu yang dia kumpulkan dengan sebuah kapak, kemudian pas Ompu ingin memotong Bambu yang dia temukan di pinggir pantai, mengeluarkan suara yang melarang memotong bambu tersebut dan keluarlah dua pangeran bersaudara dari Bambu tersebut yang merupakan anak dari Raja Pulau Jawa yang datang untuk memimpin Bima seperti yang dijanjikan. Kemudian salah satu saudara tertua dari kedua bersaudara itu menjadi Raja Bima yang bernama Indra Zambrud yang menjadi asal usul Raja-raja Bima.

Rumah Tradisional Donggo

Bima dan Donggo memang unik. Meski berada dalam satu rumpun wilayah, namun adat dan budaya orang Bima dan Donggo memiliki perbedaan baik dari segi bahasa maupun adatnya. Menurut penelitian Antropologi, Orang-orang Bima(Mbojo) yang mendiami sebelah timur dan selatan teluk Bima merupakan keturunan campuran yang berasal dari Melayu dan suku-suku lainnya. Sedangkan orang-orang Donggo Ele( di gugusan pegunungan La Mbitu) dan Donggo Di (di gugusan pegunungan Soromandi) merupakan penduduk asli Bima yang telah menyinggir ke daerah pegunungan karena cenderung mempertahankan budaya leluhur.

Salah satu dari perbedaan itu adalah dari seni arsitekturnya yaitu rumah. Meskipun saat ini, bentuk-bentuk rumah di Donggo sudah jarang terlihat seperti bentuk aslinya dulu dan sudah mengadopsi model rumah seperti rumah orang-orang Bima dan rumah batu atau rumah permanen arsitektur masa kini.

Tetapi pada zaman dulu, Rumah Tradisional Donggo memiliki keunikan yang membedakannya dengan seni arsitektur Bima. Mereka menyebutnya dengan Uma Lengge. Ada juga yang menyebut dengan Uma Leme (Rumah Runcing) karena bentuknya mirip puncak gunung, yang berbentuk limas. Ada juga yang menyebutnya dengan Rumah Ncuhi( Kepala Suku).Karena disisi rumah tersimpan alat-alat persembahan dan kesenian. Keunikannya adalah atap dan dinding rumah merupakan satu kesatuan. Jadi atapnya juga berfungsi sebagai dinding rumah. Atap dan dindingnya terbuat dari alang-alang yang dirajut tebal. Bagian rumah berfungsi sebagai tempat tidur, berbentuk segi empat sama sisi ukuran 2 x 2 meter. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat memasak, menyimpan padi dan segala jenis bahan makanan seperti padi dan palawija. Rumah bagian bawah( lantai) berfungsi sebagai tempat musyawarah keluarga baik dalam rangka upacara perkawinan, upacara adat maupun kematian.

Pintu rumah berada di bagian yang tersembunyi yaitu di pojok atau di sudut ruang atas. Tangga rumah tidak selalu dalam keadaan terpasang. Dalam kebiasaan masyarakat Donggo, ada sandi atau tanda yang diketahui oleh kerabatnya dari cara mereka menyimpan tangga. Apabila tangganya dibiarkan terpasang, berarti penghuninya telah pergi ke ladang dan akan kembali dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Apabila tangga disimpan agak jauh dari rumah, hal itu berarti penghuninya telah pergi jauh dan akan kembali dalam waktu yang lama. Apabila ada anggota keluarga yang meninggal, jenazahnya tidak boleh diturunkan melalui pintu dan tangga. Tetapi diturunkan melalui atap rumah. Di halaman rumah harus ada beberapa buah batu sebagai tempat tinggal roh leluhur yang sudah meninggal. Dan pada waktu tertentu diadakan upacara pemujaan roh yang disebut Toho Dore.

Antropolog Albert dalam kunjungannya di Bima pada tahun 1909 menamakan rumah tersebut A Frame (Kerangka Huruf A). Rumah seperti ini berfungsi sebagai penyimpan panas yang baik, mengingat daerah Donggo adalah daerah pegunungan yang berhawa dingin. Saat ini rumah seperti ini masih ditemukan di desa Padende dan Mbawa. Perlu upaya pelestarian agar rumah – rumah ini tidak hilang tinggal kenangan bagi generasi. Karena wajah Donggo adalah wajah Bima dengan segala keunikan dan romantika sejarahnya


Tuhan tidak menjanjikan hari-harimu tanpa duka, kegembiraan tanpa penderitaan, tetapi ia sungguh menjanjikan kekuatan untuk menghadapi hari-harimu, penghiburan bagi air matamu, dan terang bagi jalanmu